Tuesday, July 10, 2007

Apakah itu Sayyid dan Habib?

Prof. Dr. Hamka:
Penjelasan Masalah Gelar Sayyid
Panggilan Habib atau Sayyid, Syarif dan lain-lain merupakan panggilan yang sering kita dengar untuk sebutan keturunan Rasululalh saw. Sebagian masyarakat menggunakan panggilan ini dan sebagian lain tidak. Ada juga yang tidak mengakui keturunan Rasulullah saw namun ada yang tidak. Berikut adalah pendapat Prof. Dr. Hamka dalam menerangkan masalah Gelar Sayyid atau Habib yang cukup bijaksana.
H. Rifai, seorang Indonesia beragama Islam yang tinggal di Florijin 211 Amsterdam, Nederland, pada tanggal 30 Desember 1974 telah mengirim surat kepada Menteri Agama H.A. Mukti Ali dimana ia mengajukan pertanyaan dan mohon penjelasan secukupnya mengenai beberapa hal.Oleh Menteri Agama diserahkan kepada Prof. Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) untuk menjawabnya melalui PANJI MASYARAKAT, dengan pertimbangan agar masalahnya dapat diketahui umum dan manfaatnya telah merata.Penulis
Yang pertama sekali hendaklah kita ketahui bahwa Nabi s.a.w tidaklah meninggalkan anak laki-laki. Anaknya yang laki-laki yaitu Qasim, Thaher, Thaib, dan Ibrahim meninggal di waktu kecil belaka. Sebagai seorang manusia yang berperasaan halus, beliau ingin mendapat anak laki-laki yang akan menyambung keturunan (Nasab) beliau hanya mempunyai anak-anak perempuan, yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum dan Fathimah. Zainab memberinya seorang cucu perempuan. Itupun meninggal dalam sarat menyusu. Ruqayyah dan Ummu Kaltsum mati muda. Keduanya isteri Usman bin Affan, meninggal Ruqayyah berganti Ummu Kaltsum (ganti tikar), ketiga anak perempuan inipun meninggal dahulu dari beliau.

Hanya Fathimah yang meninggal kemudian dari beliau dan hanya dia pula yang memberi beliau cucu laki-laki. Suami Fahimah adalah Ali Bin Abi Thalib. Abu Thalib adalah abang dari ayah Nabi dan yang mengasuh Nabi sejak usia 8 tahun. Cucu laki-laki itu ialah Hasan dan Husain. Maka dapatlah kita merasakan, Nabi seorang manusia mengharap anak-anak Fathimah inilah yang akan menyambung turunannya. Sebab itu sangatlah kasih sayang dan cinta beliau kepada cucu-cucunya ini. Pernah beliau sedang ruku si cucu masuk ke dalam kedua celah kakinya. Pernah sedang beliau Sujud si cucu berkuda ke atas punggungnya. Pernah sedang beliau khutbah, si cucu sedang ke tingkat pertama tangga mimbar.
Al-Tarmidzi merawikan dari Usamah Bin Zaid bahwa dia (Usamah) pernah melihat Hasan dan Husain berpeluk di atas kedua belah paha beliau. Lalu beliau s.a.w. berkata: Kedua anak ini adalah anakku, anak dari anak perempuanku. Ya Tuhan Aku sayang kepada keduanya”.Dan diriwayatkan oleh Bukhari dan Abi Bakrah bahwa Nabi pernah pula berkata tentang Hasan; ‘Anakku ini adalah SAYYID (Tuan), moga-moga Allah akan mendamaikan tersebab dia diantara dua golongan kaum Muslimin yang berselisih.Nubuwat beliau itu tepat. Karena pada tahun 60 hijriah Hasan menyerahkan kekuasaan kepada Mu’awiyah, karena tidak suka melihat darah kaum Muslimin tertumpah. Sehingga tahun 60 itu dinamai “Tahun Persatuan”. Pernah pula beliau berkata: “kedua anakku ini adalah SAYYID (Tuan) dan pemuda-pemuda di surga kelak”.Barangkali ada yang bertanya: “Kalau begitu jelas bahwa Hasan dan Husain itu cucunya, mengapa dikatakannya anaknya”.
Ini adalah pemakaian bahwa pada orang Arab, atau bangsa-bangsa Semit. Di dalam Al-Qur’an surat ke-12 (Yusuf) ayat 6 disebutkan bahwa Nabi Yakub mengharap moga-moga Allah menyempurnakan ru’matnya kepada puteranya Yusuf” sebagai mana telah disempurnakanNya ni’mat itu kepada kedua bapamu sebelumnya, yaitu Ibrahim dan Ishak. Pada hal yang bapa, atau ayah dari Yusuf adalah Ya’kub. Ishak adalah neneknya dan ibrahim adalah nenek ayahnya. Di ayat 28 Yusuf berkata:
Bapa-Bapaku Ibrahim dan Ishak dan Ya’kub. Artinya nenek-nenek moyang disebut bapa, dan cucu cicit disebut anak-anak. Menghormati keinginan Nabi yang demikian, maka seluruh umat Muhammad menghormati mereka. Tidakpun beliau anjurkan, namun kaum Quraisy umumnya dan Bani Hasyim dan keturunan hasan dan Husain mendapat kehormatan istimewanya di hati kaum Muslimin.
Bagi ahlis-sunnah hormat dan penghargaan itu biasa saja. Keturunan Hasan dan Husain di panggilkan orang SAYYID; kalau untuk banyak SADAT. Sebab Nabi mengatakan “Kedua anakku ini menjadi SAYYID (Tuan) dari pemuda-pemuda di syurga; Disetengah negeri di sebut SYARIF, yang berarti orang mulia atau orang berbangsa; kalau banyak ASYRAF. Yang hormat berlebih-lebihan, sampai mengatakan keturunan Hasan dan Husain berlebih-lebihan, sampai mengatakan keturunan Hasan dan Husain itu tidak pernah berdosa, dan kalau berbuat dosa segera diampuini. Allah adalah ajaran (dari suatu aliran – penulis) kaum Syi’ah yang berlebih-lebihan.
Apatah lagi di dalam Al-Qur’an, surat ke-33 “Al-Ahzab”, ayat 30, Tuhan memperingatkan kepada isteri-isteri Nabi bahwa kalau mereka berbuat jahat, dosanya lipat ganda dari dosa orang kebanyakan. Kalau begitu peringatan Tuhan kepada isteri-isteri Nabi, niscaya demikian pula kepada mereka yang dianggap keturunannya.MENJAWAB pertanyaan tentang benarkah Habib Ali Kwitang dan Habib Tanggul keturunan Rasulullah s.a.w ? Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan-keturunan Hasan dan Husain itu datang ke tanah air kita ini. Sejak dari semenanjung Tanah Melayu, Kepulauan Indonesia dan Philipina. Harus diakui banyak jasa mereka dalam penyebaran Islam di seluruh Nusantara ini. Penyebar Islam dan Pembangunan Kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah yang dipernankan di Aceh. Syarif Kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam ke Mindanao dan Sulu. Sesudah pupus keturunan laki-laki dari Iskandar Muda Mahkota Alam pernah Bangsa Sayid dari keluarga Jamalullail jadi Raja di Aceh. Negeri Pontianak pernah diperintah bangsa Sayid Al-Qadri. Siak oleh keluarga bangsa Sayid bin Syahab.
Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa Sayid Jamalullail. Yang dipertuan Agung III Malaysia Sayid Putera adalah Raja Perlis. Gubernur Serawak yang sekarang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang ialah dari keluarga Alaydrus. Kedudukan mereka di negeri ini yang turun-temurun menyebabkan mereka telah menjadi anak negeri dimana mereka berdiam. Kebanyakan mereka jadi Ulama. Mereka datang dari Hadramautdari keturunan Isa Al-Muhajir dan Faqih Al-Muqaddam. Mereka datang kemari dari berbagai keluarga. Yang kita banyak kenal ialah keluarga Alatas. Assagaf,Alkaf, Bafaqih, Balfaqih, Alaydrus, bin Syekh Abubakar, Assiry, Al-Aidid, Al Jufri, Albar, Almussawa, Ghatmir, bin Agil, Alhadi, Basyarban, Bazzar;ah. Bamakhramah. Ba;abud. Syaikhan, Azh-Zhahir, bin Yahya dan lain-lain. Yang menurut keterangan Almarhum Sayid Muhammad Bin Abdurrahman bin Syahab telah berkembang jadi 199 keluarga besar. Semuanya adalah dari “Ubaidillah Bin Ahmad Bin Isa Al-Muhajir. Ahmad Bin isa Al-Muhajir Ilallah inilah yang berpindah dari Basrah ke Hadhramaut. Lanjutan silsilahnya ialah Ahmad Bin Isa Al Muhajir Bin Muhammad Al-Naqib bin Ali Al-Aridh Bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir Bin Ali Zainal Abidin Bin Husain As-Sibthi Bin Al Bin Abi Thalib. As-Sabthi artinya cucu, karena Husain adalah anak dari Fathimah binti Rasulullah s.a.w
Sungguhpun yang terbanyak adalah keturunan Husain dari hadhramaut itu, ada juga yang keturunan Hasan yang datang dari Hejaz, keturunan Syarif-syarif Makkah Abi Numay, tetapi tidak sebanyak dari Hadramaut. Selain dipanggilkan Tuan Sayid, mereka dipanggil juga HABIB, di Jakarta dipanggilkan WAN. Di Sarawak dan Sabbah disebut Tuanku. Di Pariaman (Sumatera Barat) disebut SIDI. Mereka telah tersebar di seluruh dunia. Di negeri-negeri besar sebagai Mesir, Baghdad, Syam dan lain-lain mereka adalah NAQIB yaitu yang bertugas mencatat dan mendaftarkan keturunan-keturunan itu. Di saat sekarang umumnya telah mencapai 36.37.38 silsilah sampai kepada Sayidina Ali dan Fathimah.
Dalam pergolakan aliran lama dan aliran baru di Indonesia, pihak al-Irsyad yang menandatang dominasi kaum Baalwi menganjurkan agar yang menganjurkan agar yang bukan keturunan Hasan dan Husain memakai juga titel Sayyid dimuka namanya. Gerakan ini sampai menjadi panas. Tetapi setelah keturunan Arab Indonesia bersatu, tidak pilih keturunan Alawy atau bukan, dengan pimpinan A.R Baswedan, mereka anjurkan menghilangkan perselisihan dan masing-masing memanggil temannya dengan “Al-Akh”, artinya Saudara.
Maka baik Habib Tanggul di Jawa Timur dan Almarhum Habib Ali di Kwitang Jakarta, memanglah mereka keturunan dari Ahmad Bin Isa Al-Muhajir yang berpindah dari Bashrah ko Hadramaut itu, dan Ahmad Bin Isa tersebut adalah cucu tingkat ke-6 dari cucu Rasulullah Husain Bin Ali Bin Abi Thalib itu. Kepada keturunan-keturunan itu semuanya kita berlaku hormat, dan cinta, yaitu hormat dan cinta orang Islam yang cerdas, yang tahu harga diri. Sehingga tidak diperbodoh oleh orang-orang yang menyalahgunakan keturunannya itu. Dan mengingat juga akan sabda Rasulullah s.a.w.: janganlah sampai orang lain datang kepadaku dengan amalnya, sedang kamu datang kepadaku dengan membawa nasab dan keturunan kamu, dan pesan beliau pula kepada puteri kesayangannya, Fathimah Al-Batul, ibu dari cucu-cucu itu: “Hai Fathimah binti Muhammad. Beramallah kesayanganku. Tidaklah dapat aku, ayahmu menolongmu dihadapan Allah sedikitpun”. Dan pernah beliau bersabda: “Walaupun anak kandungku sendiri, Fathimah, jika dia mencuri aku potong juga tangannya”.
Sebab itu kita ulangilah seruan dari seorang anak ulama besar Alawy yang telah wafat di Jakarta ini, yaitu Sayid Muhammad Bin Abdurrahman Bin Syahab, agar generasi-generasi yang datang kemudian dari turunan “Alawy memegang teguh Agama Islam, menjaga pusaka nenek-moyang, jangan sampai tenggelam kedalam peradaban Barat. Seruan beliau itupun akan telah memelihara kecintaan dan hormat Ummat Muhammad kepada mereka.
Baca Selengkapnya......

Monday, July 9, 2007

Lukman Al - Hakim

Lukman, Model Ayah Panutan

oleh : Muhammad Ismail Faruqi

Lukman. Orang yang ingin saya bicarakan kali ini bukan Lukman Hakim teman saya, melainkan Lukman al-Hakim yang namanya tertera di dalam al-Quran. Biasanya, orang yang namanya diabadikan dalam al-Quran memiliki outstanding achievement, sehingga Allah SWT ingin agar segenap manusia sampai akhir zaman mengambil pelajaran darinya. Pelajaran itu bisa saja diambil orang yang melakukan banyak kebaikan, seperti Adam, Sulaiman, Isa, Khaidir, dan Muhammad, atau melakukan kejahatan seperti Qarun, Abu Lahab, atau Firaun. Nama “Lukman” sendiri diabadikan sebagai judul surat ke-31 dalam Al-Quran. Dalam surat itu, Allah SWT menyediakan 1 halaman penuh pelajaran tentangnya untuk kita ambil. Pelajaran apakah itu? Apakah pelajaran seorang nabi tentang bagaimana menjadi nabi? Ternyata bukan, melainkan… pelajaran seorang ayah tentang bagaimana menjadi ayah (ceila).

AJARAN LUKMAN
Ayah adalah seorang pendidik keluarganya. Ajarannya adalah perisai yang melindungi anggota keluarganya dari api neraka. Begitu pula sosok seorang Lukman. Maka ajaran pertama yang ia berikan kepadanya adalah Tauhid.
“Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS Lukman:13)
Tauhid. Ajaran pertama ini menerangkan bagaimana menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya ilah, dan menolak tuhan-tuhan lain selain-Nya. Bagaimana mengikhlaskan segalanya untuk Allah semata. Tauhid-lah yang membedakan kesudahan setiap manusia. Maka sudah seharusnya seorang ayah mengajarkan tauhid sebagai awal bagi keluarganya. Apa pelajaran kedua?
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun…” (QS Lukman: 14)
Berbakti kepada orang tua. Inilah pelajaran kedua. Tanpa mereka berdua kita tidak dapat merasakan nikmatnya hidup. Tapi mengapa ibu yang yang ditekankan? Karena ibu jelas lebih menyayangi kita. Ia adalah wanita, yang diciptakan memiliki perasaan lebih dibandingkan laki-laki. Coba jika anaknya sakit, apa kata ibu?
“Ya Allah, pindahkan rasa sakit anakku kepadaku agar ia tidak menderita…”
Apa kata ayah? Ia lebih memiliki logika, mungkin ia akan mengatakan,
“Wah, kalau sakitnya dipindahkan padaku, bagaimana aku bisa mencari nafkah untuk menghidupi keluargaku?”
Nah lho. Lagipula, yang menanggung rasa sakit selama 9 bulan bukan ayah, tapi ibu. Yang berjuang melawan kematian saat melahirkan bukan ayah, tapi ibu. Yang memberi ASI –yang kandungan gizinya tak tergantikan oleh susu lain- selama dua tahun bukan ayah, tapi ibu. Jadi wajar dong… kalau ibu harus lebih dicintai. Wajar dong… kalau surga ada di bawah telapak kaki ibu.
Bagaimana jika ibu dan ayah menyuruh kita kepada sesuatu yang bertentangan dengan perintah Allah SWT? Mana yang harus kita dahulukan, Allah-kah atau ibu dan ayah-kah?
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak mempunyai ilmu tentangnya, maka janganlah engkau menaati keduanya. Dan pergauilah keduanya dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali ke jalan-Ku” (QS Lukman: 15)
Jika hal seperti itu terjadi, Allah-lah yang harus kita dahulukan. Tapi ingat, kewajiban seorang anak untuk berbakti kepada orang tuanya tetap ada. Ia harus tetap menyayangi orang tuanya walaupun mereka berbeda iman. Sungguh indah Islam dalam menghargai ibu dan ayah.
Berikutnya, apa lagi yang Lukman ajarkan kepada keluarganya?
“Wahai anakku! Sungguh jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu, atau di langit, atau dibumi… niscaya Allah akan memberinya balasan. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Teliti.” (QS Lukman: 16)
Takut kepada Allah. Pelajaran ketiga ini adalah inti dari kelakuan seseorang. Lukman mengajarkan anggota keluarganya agar tidak korupsi, tidak membunuh, tidak berbohong karena takut kepada Allah. Sebelum semua hukum, semua sanksi, dan semua sistem untuk mengatur kehidupan manusia dibuat, manusia itu harus takut kepada Allah terlebih dahulu. Buang rasa takutmu pada-Allah, maka engkau bebas melakukan apa saja. Iya kan? Kita sudah melihat buktinya di negeri kita ini…
Berikutnya (ayat 17-19), Lukman menyuruh pada kita agar menegakkan shalat, amar ma’ruf nahi munkar, bersabar atas apa yang menimpa kita, melarang sombong dan membanggakan diri dalam berinteraksi dengan sesama manusia, berjalan tanpa rasa angkuh, dan melunakkan suara. Subhanallah, Lukman telah menunjukkan apa yang harus dilakukan sebagai seorang ayah.
KUNCI SUKSES LUKMAN
Mengapa Lukman sukses sebagai seorang ayah? Allah SWT menjelaskan sebabnya bahwa,
“Dan sungguh telah Kami berikan hikmah kepada Lukman…” (QS Lukman: 12)
Kuncinya sukses Lukman adalah hikmah. Apa itu hikmah? Para ulama sepakat bahwa hikmah adalah pemahaman tentang agama yang benar, detail, dan komprehensif. Siapa yang memiliki pemahaman agama yang benar, ia telah diberi kebaikan yang banyaaa..ak sekali dari Allah. Bisa nggak kita diberi hikmah seperti Lukman?
“Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali ulul-albaab.” (QS Al-Baqarah: 269)
Ups, ternyata hikmah adalah hak prerogatif Allah! Tidak semua orang diberikan hikmah! Jumlah orang yang memiliki pemahaman agama yang komprehensif itu ternyata sedikit. Makanya jika ada headline berita:
“5000 ulama berkumpul di Jawa Timur untuk melakukan istighosah…”
Itu tandanya di Indonesia tengah terjadi inflasi ulama, he he. Lantas, kalau hikmah adalah hak Allah, bagaimana kita dapat mengambil hikmah? Untungnya, pada ayat di atas Allah menyebutkan bahwa probabilitas tertinggi orang yang diberi hikmah oleh Allah ada pada ulil-albab. Siapa itu? Ulil-albab dijelaskan Allah pada ayat yang kita sering dengar, bahwa mereka adalah,
“…orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, (seraya berkata,) “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, lindungi kami dari azab neraka.” (QS Ali-Imran: 191)
Jelas kan? Ulil-albab, orang yang memiliki probabilitas tertinggi untuk diberi hikmah adalah orang yang:
Selalu mengingat Allah dalam seluruh aktivitas hidupnya (berdiri, duduk, dan berbaring). Ia memperhatikan ayat qauliyah-Nya,
Selalu memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. Ia memperhatikan ayat kauniyah-Nya, dan
Sebagai hasil tafakkur-nya pada ayat kauliyah dan kauniyah Allah, ia menarik kesimpulan: “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia”.
Nah, ulil-albab seperti itulah yang dapat menjadi seorang ayah seperti Lukman, yang senantiasa memberi pelajaran berharga pada keluarganya, serta bersyukur kepada Allah. Itulah kematangan spiritual yang dibutuhkan seorang ayah dari seorang pria saat ia menyerahkan perwalian anak gadisnya kepada pria tersebut (ceila..). Marriage isn’t just about loving and feeding, isn’t it? It’s also guiding and teaching…
disadur dari: ismailfaruqi.wordpress.com
Baca Selengkapnya......